Minggu, 18 Mei 2014

Pikiran "Antara Sangkuni dan Krishna"



PIKIRAN
Why horses running…

Tersebutlah di padang sabana nan luas dan indah, hidup sekumpulan kuda-kuda liar yang hidup bersama membentuk suatu koloni. Mereka biasa mencari makan bersama, berlari bersama dan menghabiskan waktu bersama. Di suatu pagi nan kelabu dimana langit biru masih diselimuti arakan awan kelam,  semilir dinginnya angin berhembus membuat kumpulan kuda-kuda terlelap dalam alam mimpi, tapi di antara kumpulan kuda tersebut ada satu kuda yang terbangun, dia dikenal dengan nama ‘si putih’.  Dalam dinginya pagi ia mendengar sayup-sayup denting suara yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Baginya suara itu begitu indah, begitu menghanyutkan bagai dentang surgawi. Ting…..ting…..ting…begitu alunannya.  Ia pun seakan terbawa ke alam lain yang diliputi kedamaian.

Tak berapa lama, kuda-kuda yang lain satu per satu pun mulai terbangun. Hari itu begitu dingin, membuat beberapa kuda mulai berlari untuk sekedar menghangatkan badanya. Dan beberapa kuda yang lain pun mengikuti. Melihat itu si putih, bertanya; “ Mengapa sepagi ini yang lain sudah mulai berlari-lari?”, “Apa yang mereka cari?”, tiba-tiba ia teringat “Jangan-jangan mereka mencari sumber suara  itu, dentang surgawi itu”. Tiba-tiba muncul bisikan dalam pikirannya yang merasuki relung jiwanya, “Bukankah aku yang pertama kali terbangun dan mendengar dentang itu, seharusnya aku yang pantas menemukan dan mendapatkan suara itu”. “Tidak-tidak.. mereka tidak boleh mendapatkannya, harus aku”.

Dan si putih pun mulai ikut berlari mengejar kuda-kuda yang lainnya. Dan pada saat itu terdengar kembali  bunyi dentang surgawi itu; ting..ting..ting… Si putih pun bergumam: “Benar kan, mereka berlari mencari dentang itu, suaranya semakin terdengar dengan jelas”. Kemudian pikirannya mulai membisikinya kembali: “Ayo, dentang itu semakin dekat, percepat langkahmu, percepat larimu, ingatlah kau yang pertama kali mendengarnya maka kau yang paling BERHAK mendapatkannya”. Terpengaruh bisikan pikirannya sendiri, si putih pun mulai mempercepat langkahnya dengan semangat yang luar biasa, hingga teman-temannya pun mulai tersusul satu demi satu.

Kuda-kuda lain yang melihat si putih begitu bersemangat berlari terheran-heran dan takjub, “Luar biasa juga si putih, larinya begitu bersemangat” kata mereka.  Kuda-kuda yang lain pun menjadi ikut semangat dan memacu larinya menjadi lebih cepat. Melihat kuda-kuda yang lain berlari tambah cepat, membuat si putih  gusar.  Ia merasa tersaingi dalam mendapatkan dentang surgawi itu. Hal itu membuat ia lebih mempercepat langkahnya, semakin cepat dan cepat sampai akhirnya ia berada di depan kuda-kuda yang lain. Dan suara dentang surgawi pun semakin terdengar jelas dan keras: ting..ting..ting..ting..ting…....... Hal tersebut membuatnya bangga, “Lihatlah sebentar lagi aku yang akan mendapatkannya, tidak ada yang boleh mendapatkannya kecuali aku… aku… aku…”


Dalam langkah kakinya yang semakin cepat, dentang surgawi pun terdengar begitu jelas mengiringi. Hal ini membuat si putih mabuk dalam khayalannya… “Sebentar lagi aku akan mendapatkan dentang surgawi itu, dan aku yakin dengan dentang surgawi menjadi milikkku aku akan menjadi kuda yang paling berkuasa diantara kumpulan kuda-kuda yang lain, bahkan tak mustahil aku akan menjadi raja diantara para binatang melebihi kekuasaan sang singa”. Khayalannya membuat dia menjadi tinggi hati, rupanya aura kekuasaan telah merubah perangainya yang dahulu lembut dan penolong.

Tanpa sadar, karena terbuai dalam lamunannya sendiri, kuda-kuda yang lain mulai mendekati langkahnya dan menyusulnya. Melihat itu, si putih pun tersadar, “Sialan… jangan sampai mimpiku bunyar hanya gara-gara aku lengah”. Si putih pun mempercepat langkahnya kembali, kali ini lebih cepat dan cepat. Dan mengerahkan segala tenaga yang dia miliki sampai akhirnya dia berada jauh di depan kuda-kuda yang lainnya. Baginya ‘kerja keras’ sampai titik darah penghabisan adalah harga mati untuk mencapai tujuan. Begitu kerasnya si putih berusaha, hingga akhirnya ia kehabisan nafas dan tumbang dan terjatuh karena kelelahan.  Karena tak kuat menahan sesak yang menderanya begitu amat sangat akhirnya sang malaikat maut pun menjemput nyawanya.

Ketika ruhnya terurai dari raganya, si putih bisa melihat jelas raganya tersungkur lemah tak berdaya. Tiba-tiba  ia melihat ada sesuatu yang melingkar di lehernya yang belum pernah ia lihat sebelumnya, dan ketika ada angin yang berhembus, benda yang berada di lehernya pun berdentang… ting…ting..ting.., si putih baru sadar ternyata suara yang ia cari tidak ada di luar sana, tapi selama ini berada di lehernya sendiri… Ternyata selama ini ia telah ditipu oleh ‘pikiran’nya sendiri yang selalu membisiki dirinya… 


Sabtu, 17 Mei 2014

Kalah dan Mengalah

Ada kalanya kita tidak melawan atau bertahan
Ada kalanya kita tidak berlindung dibalik tameng harapan
Ada kalanya kita memang perlu terhempas jatuh dan terluka
Dan merasakan perih serta kecewa
Karena disaat itulah jiwa kita yang sebenernya
Dimurnikan dari kepalsuan pikiran
(R 12 - K)

Biasanya aku melawan atas nama kebenaran
Biasanya aku bertahan atas nama harapan
Tapi kali ini aku terlalu letih
Mungkin tak selalu kita harus bertahan atau melawan
Ada saatnya kita menyerah dan mengalah
Dan tidak bersandar pada kata bijak "mengalah untuk menang"
Ada saatnya kita harus jujur dan mengakui bila kita benar-benar kalah
Dan menerima segala kecewa dan derita
Karena kadang jiwa perlu dimurnikan di atas bara
dan bukan sekedar diobati anastesi motivasi
Seperti besi yang ditempa untuk menjadi baja
(R 12 - K)