PIKIRAN
Why
horses running…
Tersebutlah
di padang sabana nan luas dan indah, hidup sekumpulan kuda-kuda liar yang hidup
bersama membentuk suatu koloni. Mereka biasa mencari makan bersama, berlari
bersama dan menghabiskan waktu bersama. Di suatu pagi nan kelabu dimana langit
biru masih diselimuti arakan awan kelam, semilir dinginnya angin berhembus membuat
kumpulan kuda-kuda terlelap dalam alam mimpi, tapi di antara kumpulan kuda
tersebut ada satu kuda yang terbangun, dia dikenal dengan nama ‘si putih’. Dalam dinginya pagi ia mendengar sayup-sayup denting
suara yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Baginya suara itu begitu indah,
begitu menghanyutkan bagai dentang surgawi. Ting…..ting…..ting…begitu
alunannya. Ia pun seakan terbawa ke alam
lain yang diliputi kedamaian.
Tak
berapa lama, kuda-kuda yang lain satu per satu pun mulai terbangun. Hari itu
begitu dingin, membuat beberapa kuda mulai berlari untuk sekedar menghangatkan
badanya. Dan beberapa kuda yang lain pun mengikuti. Melihat itu si putih,
bertanya; “ Mengapa sepagi ini yang lain sudah mulai berlari-lari?”, “Apa yang
mereka cari?”, tiba-tiba ia teringat “Jangan-jangan mereka mencari sumber suara
itu, dentang surgawi itu”. Tiba-tiba
muncul bisikan dalam pikirannya yang merasuki relung jiwanya, “Bukankah aku
yang pertama kali terbangun dan mendengar dentang itu, seharusnya aku yang
pantas menemukan dan mendapatkan suara itu”. “Tidak-tidak.. mereka tidak boleh
mendapatkannya, harus aku”.
Dan
si putih pun mulai ikut berlari mengejar kuda-kuda yang lainnya. Dan pada saat
itu terdengar kembali bunyi dentang
surgawi itu; ting..ting..ting… Si putih pun bergumam: “Benar kan, mereka
berlari mencari dentang itu, suaranya semakin terdengar dengan jelas”. Kemudian
pikirannya mulai membisikinya kembali: “Ayo, dentang itu semakin dekat,
percepat langkahmu, percepat larimu, ingatlah kau yang pertama kali
mendengarnya maka kau yang paling BERHAK mendapatkannya”. Terpengaruh
bisikan pikirannya sendiri, si putih pun
mulai mempercepat langkahnya dengan semangat yang luar biasa, hingga teman-temannya
pun mulai tersusul satu demi satu.
Kuda-kuda
lain yang melihat si putih begitu bersemangat berlari terheran-heran dan
takjub, “Luar biasa juga si putih, larinya begitu bersemangat” kata mereka. Kuda-kuda yang lain pun menjadi ikut semangat
dan memacu larinya menjadi lebih cepat. Melihat kuda-kuda yang lain berlari
tambah cepat, membuat si putih gusar.
Ia merasa tersaingi dalam mendapatkan dentang surgawi itu. Hal itu
membuat ia lebih mempercepat langkahnya, semakin cepat dan cepat sampai
akhirnya ia berada di depan kuda-kuda yang lain. Dan suara dentang surgawi pun
semakin terdengar jelas dan keras: ting..ting..ting..ting..ting…....... Hal tersebut
membuatnya bangga, “Lihatlah sebentar lagi aku yang akan mendapatkannya, tidak
ada yang boleh mendapatkannya kecuali aku… aku… aku…”
Dalam
langkah kakinya yang semakin cepat, dentang surgawi pun terdengar begitu jelas mengiringi.
Hal ini membuat si putih mabuk dalam khayalannya… “Sebentar lagi aku akan
mendapatkan dentang surgawi itu, dan aku yakin dengan dentang surgawi menjadi
milikkku aku akan menjadi kuda yang paling berkuasa diantara kumpulan kuda-kuda
yang lain, bahkan tak mustahil aku akan menjadi raja diantara para binatang
melebihi kekuasaan sang singa”. Khayalannya membuat dia menjadi tinggi hati,
rupanya aura kekuasaan telah merubah perangainya yang dahulu lembut dan
penolong.
Tanpa
sadar, karena terbuai dalam lamunannya sendiri, kuda-kuda yang lain mulai
mendekati langkahnya dan menyusulnya. Melihat itu, si putih pun tersadar, “Sialan…
jangan sampai mimpiku bunyar hanya gara-gara aku lengah”. Si putih pun
mempercepat langkahnya kembali, kali ini lebih cepat dan cepat. Dan mengerahkan
segala tenaga yang dia miliki sampai akhirnya dia berada jauh di depan
kuda-kuda yang lainnya. Baginya ‘kerja keras’ sampai titik darah penghabisan
adalah harga mati untuk mencapai tujuan. Begitu kerasnya si putih berusaha,
hingga akhirnya ia kehabisan nafas dan tumbang dan terjatuh karena kelelahan. Karena tak kuat menahan sesak yang menderanya
begitu amat sangat akhirnya sang malaikat maut pun menjemput nyawanya.
Ketika
ruhnya terurai dari raganya, si putih bisa melihat jelas raganya tersungkur
lemah tak berdaya. Tiba-tiba ia melihat ada
sesuatu yang melingkar di lehernya yang belum pernah ia lihat sebelumnya, dan
ketika ada angin yang berhembus, benda yang berada di lehernya pun berdentang…
ting…ting..ting.., si putih baru sadar ternyata suara yang ia cari tidak ada di
luar sana, tapi selama ini berada di lehernya sendiri… Ternyata selama ini ia
telah ditipu oleh ‘pikiran’nya sendiri yang selalu membisiki dirinya…